Social Icons

twitterfacebook

Upaya Hukum Pidana

PENDAHULUAN
Latar belakang
Para pencari keadilan yang berperkara di pengadilan, biasanya setelah melalui proses pemeriksaan dan pemutusan perkaranya, akan merasa kurang tepat, kurang adil sehingga menimbulkan rasa kurang puas.meskipun dalam memutus suatu perkara hakim telah mempertimbangkan dengan semasak-maskanya , yang melandasi keyakinannya untuk memutus perkara : demi keadilan berdasarkan ketuhanan yang maha esa.
Indonesia sebagai Negara hukum yang berdasarkan pancasila dan UUD 1945, memberikan kesempatan dan keleluasan kepada pencari keadilan untuk berdasarkan hukum dan melalui saluran hukum yang benar berusaha atau berupaya mengajukan rasa tidak/kurang puas atas putusan hakim tersebut dengan memohon untuk diuji kembali, upaya inilah yang dalam hukum disebut sebagai “UPAYA HUKUM”
Rumusan Masalah
Dalam tulisan ini akan dibahas hal-hal yang berhubungan dengan upaya hukum dalam acara pidana, yang meliputi,
a. Upaya hukum biasa
b. Upaya hukum luar biasa
PEMBAHASAN
Upaya hukum adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan pengadilan yang berupa perlawanan atau banding atau kasasi atau hak terpidana untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali dalam hal serta cara yang diatur dalam undang-undang ini . (pasal 1 butir 12 KUHAP)
Upaya hukum pidana didalam KUHAP dikenal dua yaitu upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa, adapun secara lebih terinci upaya hukum ini akan diuraikan sebagai berikut,
1. UPAYA HUKUM BIASA
Upaya hukum biasa adalah pemeriksaan tingkat banding dan kasasi.
a. Pemeriksaan Tingkat Banding
Ketentuan banding ini asanya telah diatur dalam pasal 19 aUUNo. 14 tahun 1970 yang telah dirubah dengan UU No. 4 tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman dalam pasal 21 yang menetapkan bahwa “ atas semua putusan pengadilan tingkat pertama ( pengadilan negeri ) yang tidak merupakan pembebaasan dari dakwaan atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum, dapaat dimintakan banding di pengadilan tinggi oleh pihak-pihak yang bersangkutan kecuali undang-undang menentukan lain.”
Adapun yang berhak mengajukan banding adalah terdakwa atau penuntut umum, terhadap putusan pengadilan tingkat pertama, kecuali terhadap putusan bebas, atau lepas dari tuntutan hukum yang menyangkut masalah kurang tepatnya penerapan hukum dan putusan pengadilan dalam acara cepat.

Sedangkan alasan mengapa terdakwa atau penuntut umum mengajukan banding, yaitu apabaila mereka merasa keputusan pengadilan ngeri itu tidak benar atau tidak adil. dikatakan tidak benar adalah kalau seorang terdakwa merasa benar-benar tidak bersalah melakukan kejahatan yang didakwakan JPU kepadanya, tetapi ia tetap tetap dihukum oleh hakim tingkat pertama tersebut. Sedangkan dikatakan tidak adil bilamana seorang terdakwa merasa bersalah, tetapi hukuman yang diajukan oleh hakim kepadanya terlalu berat dirasakannya dan tidak setimpal dengan kesalahan yang telah dilakukan.
Pengadilan tinggi didalam pemeriksaanya ditingkat banding dapat memutuskan perkara tersebut dengan putusan sebagai berikut :

1. menguatkan putusan Hakim pertama bilamana pengadilan tinggi sependapat dengan pertimbangan-pertimbangan pengadilan itu.
2. memperbaiki putusan hakim pertama sepanjang mengenai sebutan (kwalifikasi) kejahatan yang terbukti itu, atau mengenai beratnya hukuman yang dijatuhkan kepadanya. Dalam hal ini pengadilan tinggi dapat menambah atau mengurangi hukuman yang dijatuhkan kepada terdakwa.
Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam hal acara banding yaitu :
1. tenggang waktu mengajukan banding yaitu 7 ( tujuh) hari sesudah putusan diajukan atau diberitahukan kepada terdakwa/ jaksa.
2. pencabutan banding dapat dilakukan selama perkara yang dibandingkan belum diputuskan ditingkat pengadilan tinggi dan dalam hal yang demikian itu, tidak boleh mengajukan banding lagi.
3. jika pengadilan tinggi berpendapat bahwa pemeriksaan tingkat pertama ternyata ada kelalaian dalam penerapan hukum acara atau kekeliruan atau ada yang kurang lengkap, pengadilan tinggi dengan putusannya dapat memerintahkan pengadilan negeri untuk memperbaiki . jika perlu pengadilan tinggi dengan keputusannya dapat membatalkan penetapan dari pengadilan negeri sebelum putusan pengadilan dijatuhkan.

Dalam hal ini terdapat 2 jenis putusan, yaitu putusan sela dan putusan.
KUHAP didalam pasal 240 ayat 2 yang mengatur tentang ini, tidak memberikan penjelasan secara tegas, tetapi dapatlah diartikan bahwa yang dimaksud dengan putusan sela adalah putusan pengadilan tinggi yang memerintahkan pengadilan negeri untuk melakukan perbaikan, ataupun yang membatalkan penetapan pengadilan negeri. Sedangkan putusan adalah berupa putusan akhir.
Hal-hal yang perlu diketahui tentang banding ialah :
 Pemberitahuan adanya permohonan banding kepada pihak lainnya.
 Akte tidak menggunakan kesempatan untuk minta banding
 Pencabutan permohonan banding harus dicatat didalam suatu keterangan( terutama jika pencabutan banding itu dilakukan dengan cara lisan) agar ada buktinya. Karena itu dibuat akte yang ditanda tangani oleh pemohon dan panitera dan diketahui oleh ketua pengadilan negeri. Mengenali pencabutan ini agar segera diberitahukan kepada pengadilan tinggi jika perkaranya sudah dikirim kepengadilan tinggi (melalui telepon dan telegram).
 Kesempatan bagi pemohon untuk mempelajari berkas perkara di pengadilan tinggi. Hal ini wajib diberikan oleh panitera dan harus ada perhatian dari pejabat-pejabat di pengadilan tinggi dalam pelaksanaannya.
 Panitera pengadilan negeri hanya akan menerima permintaan banding yang memenuhi syarat.


Dalam KUHAP perlindungan hak asasi terdakwa/tersangka kelihatan dengan jelas yaitu ,
1. jangka waktu 14 hari sejak permohonan banding itu maka panitera sudah harus mengirimkan salinan putusan pengadilan negeri berikut berkas perkaranya ke pengadilan tinggi. Selama 7 hari sebelum pengiriman itu, kepada pemohon wajib diberikan kesempatan untuk mempelahari berkas perkaranyadi pengadilan negeri. Bila pemohon banding menghendakinya, maka kesempatan itu dapat diberikan kepadanya untuk dalam tempo 7 hari setelah berkas perkara diterima di pengadilan tinggi dapat dipelajari disana.
2. wewenang untuk menentukan penahanan beralih ke pengadilantinggi sejak saat diajukan banding.
3. cara pemberitahuan putusan pengadilan tinggi dalam hal tempat tinggal terdakwa tidak diketahui, atau jika tempat tinggal terdakwa diluat negeri adalah sebagai berikut :
 Dalam hal tempat tinggal terdakwa tidak diketahui, pemberitahuan isi putusan itu disamapaikan kepada atau melalui kepala desa dimana terdakwa biasa berdiam ( alamat yang tertera pada surata pemeriksaan perkara)
 Dalam hal terdakwa bertempat tinggal diluar negeri pemberitahuan itu disampaikan melalui perwakilan RI diluar negeri dimana terdakwa biasa berdiam.
 Apabila cara-cara tersebut belum berhasil maka terdakwa dipanggil melalui surat kabar sebanyak 2 kali berturut-turut dalam 2 surat kabar. Hal ini penting untuk menentukan saat waktunya menghitung tenggang waktu terdakwa mengajukan kasasi atau tidak.
2. Pemeriksaan T ingkat Kasasi
Pemeriksaan untuk kasasi diatur dalam pasal 244 – 258 KUHAP, dikatakan bahwa
 Penuntut umu/terdakwa atau kuasa khusus untuk itu dapat menajukan permohonan kasasi terhadap putusan perkara pidana yang diberitahukan pada tinkat terakhir oleh pengadilan lain selain daripada MA, kecuali terhadap putusan bebas ( surat edaran MA No. MA/PAN/428-XII/82 tanggal 2 desember 1982).
 Permohonan kasasi dalam waktu 14 hari setelah putusan diberitahukan dapat mengajukan permohonan kasasi ke MA dan selanjutnya pemohon kasasi wajib mengajukan memori kasasi dalam waktu 14 hari setelah mengajukan permohonan kasasi tersebut.
 Dasar hukum dari permohonan kasasi ini adalah UU No. 14 tahun 1970 pasal 10 ayat 3, yang telah dirubah dengan UU No. 4 tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman yang dimuat dalam pasal 22, yang menetapkan bahwa “ terhadap putusan pengadilan dalam tingkat banding dapat dimintakan kasasi pada Mahkamah Agung, oleh pihak-pihak yang bersangkutan, kecuali UU menentukan lain.
 Permohonan kasasi disampaikan kepada panitera pengadilan yang telah memutuskan perkaranya dalam tingkat pertama dalam waktu 14 hari setelah putusan pengadilan diberitahukan kepada terdakwa/penasehat hukum atau penuntut umum.
Jika dalam KUHAP panitera dapat menolak untuk permohonan banding jika tidak memenuhi syarat, dalam kasasi tidak ada ketentuan dimana panitera boleh menolak permohonan kasasi, sehingga tidak ada alasan hukum bagi panitera pengadilan negeri untuk dapat menolak permohonan kasasi yang tidak memenuhi syarat.
Karena itu permohonan kasasi yang tidak memenuhi syarat ( baik karena alasan apapun) agar panitera membuat suatu catatan yang bersangkutan dan mengirimkan saja permohonan kasasi itu bersama berkas perkaranya ke Mahkamah Agung.
Selama perkara kasasi belum diputus oleh MA, permohonan dapat dicabut, dan dalam hal dicabut tidak dapat diajukan kembali. Permohonan kasasi hanya dapat dilakukan sekali sejak diajukan permohonan kasasi, wewenang terdakwa beralih kepada MA .
Dalam waktu 3 hari sejak menerima berkas perkara kasasi tersebut MA wajib mempelajarinya untuk menentukan apakah terdakwa perlu ditahan terus atau tidak, baik karena wewenang jabatannya maupun permintaan terdakwa.
Dalam hal terdakwa tetap ditahan, maka dalam waktu 14 hari sejak penetapan penahanan, MA wajib memeriksa perkara tersebut.
Adapun alasan-alasan untuk mengajukan kasasi adalah sebagai berikut :
1. apabila benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan, atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya.
2. apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang.
3. apakah benar pengadilian telah melampaui wewengnya.
Berdasarkan alasan-alasan tersebut maka putusan pengadilan yang dimintakan kasasi dapat dibalkan, serta akibatnya adalah sebagai berikut :
 Dalam hal peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya, maka MA mengadili sendiri perkara tersebut.
 Dalam hal cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang, MA menetapakan disetati petunjuk agar pengadilan yang memutus perkara tersebut memeriksa lagi mengenai bagian yang dibatalkan atau berdasarkan alasan tertentu MA menetapkan perkara diperiksa di oleh pengadilan setingkat yang lain.
 Dalam hal pengadilan atau hakim yang bersangkutan tidak berwenang mengadili perkara terrsebut, MA menetapkan pengadilan atau hakim lain mengadili perkara terrsebut.

B. UPAYA HUKUM LUAR BIASA
Disamping upaya hukum biasa dengan pemeriksaan ditingkat banding dan kasasi seperti yang telah diuraikan diatas, KUHAP juga mengatur tentang upaya hukum luar biasa yang tercantum dalam bab XVIII yang meliputi bagian kesatu tentang pemeriksaan tingkat kasasi demi kepentuingan hukum dan bagian kedua tentang peninjauan kembali putusan kasasi yang telah berkekuatan hukum tetap.
Maksud dan tujuan upaya hukum luar biasa ini, seperti kasasi biasa adalah agar hukum diterpkan secara benar, sehingga ada kesatuan dalam peradilan. Akan tetapi ini tidak boleh merugikan kepentingan para pihak. Adapun yang berhak mengajukan kasasi demi kepentingan hukum ini adalah Jaksa Agung
Oleh karena yang dapat dimintakan kasasi ini hanya atas dasar kepentingan hukum, maka hal itu tidak boleh merugikan pihak lain yang berkepentingan, sehingga pemidanaan atau tidak dipidananya seseorang terdakwa itu, tidak menjadi masalah dalam kasasi demi kepentingan hukum itu.
Adapun cara-caranya yaitu,
 Kasasi demi kepentingan hukum dibuat secara tertulis oleh Jaksa Agung.
 Disampaikan kepada MA melalui panitera pengadilan yang telah memutus perkara pada tingkat pertama, disertai risalah yang memuat alasan permintaan itu. Salinan risalah tersebut oleh panitera disampaikan kepada pihak yang berkepentingan
 Salinan putusan kasasi demi kepentingan hukum oleh MA disampaikan kepada Jaksa Agung dan pengadilan yang bersangkutan dengan disertai berkas perkara.
Peninjauan Kembali Putusan yang telah memperoleh Kekuatan Hukum tetap.
Peninjauan kembali putusan adalah upaya hukum luar biasa , dalam arti ia hanya dapat dilakukan terhadap putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap.
Dasar hukumnya yaitu dalam pasal 21 UU No. 14 tahun 1970 yang telah dirubah dalam pasal 23 UU No. 4 tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman yang menentukan bahwa “ terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap , pihak-pihak yang bersangkutan dapat mengajukan peninjauan kembali kepada MA, apabila terdapat hal atau keadaan tertentu yang ditentukan oleh undang-undang.”
Hak permintaan untuk peninjauan kembali ini hanya diberikan kepada terpidana atau ahli warisnya dan hanya terdapat putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan tidak memuat putusan bebas atau lepas dari segal tuntutan hukum.
Permintaan peninjauan kembali hanya dapat dilakukan berdasarkan peraturan dan atas dasar alasan sebagai berikut :
1. apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat, bawa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu siding masih berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu titerapkan ketentuan pidan yang lebih ringan.
2. apabila dalam pelbagai putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti, akan tetapi akan hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan putusan yang dinyatakan telah terbukti, ternyata telah bertentangan dengan yang lain.
3. apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan sesuatu kekhilafan hakim atau sesuatu kekeliruan yang nyata.
Atas dasar dan alasan yang sama sepeti diatas, apabila dalam putusan itu suatu perbuatan yang didakwakan telah dinyatakan terbukti akan tetapi tidak diikuti dengan pemidanaan.
Tata cara peninjauan kembali adalah sebagai berikut,
 Permintaan peninjauan kembali kepada panitera pengadilan yang telah memutus perkaranya dalam tingkat pertama;
 Permintaan itu oleh panitera ditulis dalam surat keterangan yang ditanda tanganioleh panitera serta pemohon dicatat dalam daftar dan dilampirkan dalam berkas perkara
 Pengadlan negeri yang menerima permintaan peninjauan kembali baik oleh penuntut umu atau terdakwa sekaligus, panitera wajib memberitahukan permintaan yang satu pihak ke pihak lainnya.
 Permohonan PK kembali untuk dibatasi dengan sesuatu jangka waktu;
 Bila pemohon adalah orang yang kurang tahu tentang hukum , panitera menanyakan alasan diajukannya PK;
 Ketua pengadilan negeri menunjuk hakim yang tidak memeriksa perkara semula yang dimintakan PK, untuk memeriksa apakah permintaan PK itu memenuhi alasan
 Dalam pemeriksaan itu pemohon dan JPU hadir dan dapat menyampaikan pendapatnya
 Atas permintaan tersebut dibuatkan berita acara yang ditandatangani oleh pemohon, hakim, jaksa dan panitera dan berdasarkan berita acara tersebut dibuat acara pendapat yang ditandatangani hakim dan panitera.
 Ketua pengadilan melanjutkan permintaan PK yang dilampiri berkas semula , berita acara pemeriksaan dan berita acara pendapat kepada MA yang tembusan dsurat pengantarnya disampaikan kepada pemohon dan jaksa;
 Dalam hal perkara yang dimintakan PK adalah putusan pengadilan banding maka tembusansurat pengantar terrsebut harus dilampiri tembusan pemeriksaan serta berita acara kepada pengadilan banding yang bersangkutan;
 Ketua pengadilan negeri mengirimkan surat PK itu beserta berkasnya kepada MA disertai penjelasan
Dalam hal permohonan PK itu tidak memenuhi ketentuan, maka MA menyatakan bahwa permintaan PK tidak dapat diterima dan disertai alasannya, sebaliknya dalam hal MA berpendapat bahwa PK dapat diterima untuk diperiksa maka:
1. Apabila MA tidak membenarkan alasan pemohon, MA menolak permintaan PK dengan menetapkan bahwa putusan yang dimintakan PK tetap berlaku disertai dasar pertimbangan.
2. Apabila MA membenarkan alasan pemohon, MA mebatalkan putusan yang dimintakan PK itu dan menjatuhkan putusan berupa,
a. putusan bebas
b. putusan bebas dari segala tuntutan hukum
c. putusan tidak dapat menerima tuntutan penuntut umum
putusan dengan menerapkan ketentuan pidan yang lebih ringan
pidana yang dijatuhkan dalam pemeriksaan PK itu tidak boleh melebihi pidana yang telah dijatuhkan dalam putusan semula.
PENUTUP
Dengan mengetahui secara garis besar dan singkat mengenai upaya hukum, diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan kita , dan biarlah berdasarkan hukum dan melalui prosedur hukum yang benar para pencari keadilan dapat menyalurkan kehendaknya dan tidak main hakim sendiri.
Dan biarlah dengan hal ini hukum yang berfungsi mengatur , menertibkan dan menegakkan keadilan dapat berjalan sebagaimana mestinya dan menunjang pembangunan yang sedang kita selenggarakan bersama.


SUMBER
Direktorat Jenderal Pembinaan Badan Peradilan Umum Departemen Kehakiman, Penerangan Hukum ke ix, tentang Upaya Hukum Pidana, edisi pertama 1985 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar